Jumat, 23 Desember 2011

kisah keluarga kazikage

Tanyakan pada semua orang di Sunagakure, keluarga mana yang paling popular? Pasti keluarga Kazekage keempat. Meskipun fotonya tidak terpampang di poster kampanye KB atau Keluarga Sakinah, setiap orang Sunagakure pasti pernah ingin menjadi anggota keluarga Kazekage keempat.
Tetapi, bahagiakah keluarga Kazekage keempat?

Suatu pagi di sebuah TK di Sunagakure. Masa penerimaan siswa baru sudah lewat, tapi tentu saja ada pengecualian buat keluarga paling top di desa itu. Tuan Kazekage keempat, sang duda keren, dan anak bungsunya duduk di ruang Kepala Sekolah.
“Ya, tidak apa-apa kok masuk sekarang. Toh belum banyak materi pelajarannya. Pasti putra Tuan Kazekage bisa mengejar. Ya kan, adik manis?”
“Oh, anak saya sudah hapal abjad dan bisa berhitung sampai 10. Dia juga sudah pintar mempertahankan diri.”
Si Kepala Sekolah bingung. “Mempertahankan diri? Ngapain anak TK diajarin mempertahankan diri?” pikirnya.
“Wah, bagus sekali. Kalau gitu, kita bisa mulai masuk kelas sekarang. Ayo dik…” dia melihat buku siswanya, “Gaa-ra. Ayo, ikut Ibu.”
Di ruang kelas.
“Anak-anakku yang manis, hari ini kalian kedatangan kawan baru. Namanya Gaara. Dia anak…” sambil membusungkan dada, dia meneruskan, “Tuan Kazekage. Ayo, Gaara. Salami teman-teman barumu.”
“Kyaaaa….” Seru seorang anak. Semua kaget dan menoleh ke arahnya.
“Ngapain sih?” Tanya teman-temannya.
“Itu kan Gaara, monster pasir,” katanya ketakutan.
“Haaa? Monster?????” seru teman-temannya tak kalah takut.
“Mama….!!!!” Anak-anak TK itu pun berlarian keluar kelas.
“Lho? Lho…lho… ada apa ini?” kata ibu guru bingung.
“Mo…mon…monster pasir!” jawab seorang anak sambil menunjuk Gaara.
Ibu guru jadi pucat. “LARI !!! SELAMATKAN NYAWA KALIAN!!!”
Seisi sekolah itu pun gaduh. Semua orang berlomba keluar dari sana. Di dalam ruang kelas, Gaara tetap berdiri mematung. Wajahnya memerah semerah rambutnya. Beberapa menit kemudian, TK itu tak pernah terlihat lagi di Sunagakure. Tak seorang pun pernah mendengar nama TK itu sesudahnya.

Dua tahun sebelumnya
“Eh, ada Kankuro. Sini masuk sayang. Tracy ada kok. TRACY…!! Dicari Kankuro tuh”
Kankuro malu-malu masuk ke rumah Tracy. Keluarga Tracy belum lama pindah ke RTnya. Mereka bule tulen. Kankuro suka mendengar mereka bicara. Cadel, lambat, lucu sekaligus bloon. Dia suka melihat mama Tracy. Cantik, rambutnya lurus panjang kecoklatan. Mengingatkan dia pada almarhumah ibunya. Tapi dia lebih suka melihat Tracy. Cantik, pirang, centil. Mengingatkan dia pada calon istrinya kelak.
“Hai Kankyu. Masuk yuk. Kita main boneka lagi,” kata Tracy manja.
Tracy juga suka pada Kankuro. Cuma dia cowok yang mau main boneka bersamanya.
“Lihat Tracy! Aku juga bawa boneka!”
“Iiih… boneka apaan tuh. Jelek banget.”
“Ini namanya Kuroari. Kata orang, ini bikinan Mbah Sasori lho. Kalo Barbie-mu bikinan siapa?”
“Ah, nggak tau. Emangnya Mbah Sasori itu siapa?”
“Mbah Sasori itu orang hebat. Bikin boneka bagus-bagus.”
“Ah, nggak kenal. Udah yuk, kita main aja.”
Mereka pun asyik bermain boneka. Tracy kagum melihat Kankuro bisa menggerakkan boneka tanpa menyentuhnya. Dia makin kagum melihat sinar biru keluar dari ujung jari-jari Kankuro dan melekat di boneka yang dimainkannya. Persis seperti tali.
Mereka memutuskan untuk main dansa-dansaan. Barbie jadi Cinderella dan Kuroari jadi pangeran tampan. Wah, romantisnya. Sampai-sampai Tracy melempar Barbie ke pelukan Kuroari. Kuroari pun menerima si boneka cantik dengan tubuh terbuka. Dan zap! Barbie pun lenyap dalam tubuh Kuroari.
“Hah? Mana Barbie-ku?” Tanya Tracy cemas.
“Tenang, Tracy. Barbie ada di sini,” kata Kankuro sambil membuka tubuh Kuroari.
Tampak Barbie telah menjadi potongan-potongan kecil di dalamnya.
“Mama!!!!” jerit Tracy sekeras-kerasnya. “Kankuro nakal!!!”
Dan sejak itu, tak ada cewek yang mau main boneka lagi dengan Kankuro. Apalagi cowok. Ih, amit-amit deh.

Lima tahun kemudian
Temari adalah cewek terpopuler di sekolah. Cantik, pintar, ramah, ketua OSIS pula (di Sunagakure, SD pun punya OSIS). Banyak cowok yang diam-diam naksir padanya.
“Gue mau nembak Temari ntar malem.”
“Emang lo berani?”tanya temannya.
“Ngapain takut?”
“Dia anak Kazekage, tau!” jawab cowok ketiga.
“Emang kenapa kalo anak Kazekage?” Tanya si pejuang cinta dengan polos.
“Beeeuh!!!” jawab lima cowok lain mirip paduan suara.
“Lo musti jagoan.”
“Minimal lo musti setingkat anaknya. Lo tau sendiri Temari sejago apa, kan?”
“Tau dong. Kan gue yang ngelatih basket tim dia.”
“Basket?? Lo kira Kazekage peduli pada basket? Jagoan ninja, tolol!”
“Elo ninja bukan sih?”
Si pejuang cinta mengkeret. Setahu dia, ninja itu tahu-tahu muncul, membunuh, lalu hilang dalam sekedip mata. Hiii…
“Wah, lo nggak ada harapan kalo gitu.”
“Yoi, coy. Mundur aja, daripada lo babak belur. Apalagi kalo lo ketemu adik bungsunya. Abis deh lo. Bahkan kita-kita aja nggak bakal bisa ngelayat lo.”
“Lho? Kenapa?” dia makin mengkeret sekarang.
Teman-temannya menjawab bersambungan.
“Adiknya itu…”
“Gaara, si monster…
“Pasir. Lo bakal…”
“Dicengkeram pasirnya sampai…”
“Elo nggak bersisa.”
Dan tidak ada cowok yang berani mendekati Temari.

O ya, beberapa hari setelah peristiwa TK dan Gaara…
Tuan Kazekage tidak menyerah. Dia mendaftarkan Gaara ke sekolah-sekolah lain, bahkan sampai mengirim surat pendaftaran ke luar Sunagakure. Tapi hasilnya nol. Mereka menolak dengan halus, bahkan sebelum dia dan Gaara masuk ke halaman sekolah. Mereka memohon-mohon agar dibiarkan hidup. Cuma satu Kepala Sekolah yang cukup berani mengajukan alternative lain.
“Tuan pernah mendengar homeschooling? Mungkin ada baiknya dicoba.”
Sejak itu, Tuan Kazekage tidak pernah lagi mendaftarkan anaknya ke sekolah. Dia mencari guru yang mau mengajar anak-anaknya. Nyaris semua guru mundur begitu melihat calon murid-muridnya. Selain mereka segan pada Tuan Kazekage, mereka juga masih ingin hidup.
Cuma satu guru yang cukup berani mengambil tantangan itu. Dia mengajukan syarat yang tidak masuk akal. Selama mengajar, dia harus memakai kain yang seperti tirai menutupi separo wajahnya. Tuan Kazekage menurutinya. Dan hingga bertahun-tahun kemudian, ketiga anak Kazekage keempat menjadi murid yang dicintainya.
Tetapi di luar itu, mereka tetap kering dari cinta. Kankuro tidak didekati cewek karena terlanjur dicap suka merusak barang-barang cewek (padahal cuma satu boneka Barbie itu. Sumpah!). Cowok-cowok pun males ngajak nongkrong cowok yang suka main boneka. Kankuro pun jadi menutup diri. Dia tidak berani keluar tanpa riasan tebal a la aktor Kabuki. Tapi semua orang sudah mengenali dirinya, dan tak ada yang tertarik dekat-dekat dia. Nasib Gaara lebih parah. Dari anak kecil, cowok, cewek, muda, tua sampai kakek-kakek dan nenek-nenek pun tidak ada yang berani mendekatinya. Bahkan orang yang mau bunuh diri pun jadi takut mati begitu melihat Gaara.
Temari yang manis sedih memikirkan kedua adiknya. Dia pun kena getahnya juga. Tidak ada cowok yang mau mengajaknya jalan-jalan atau nonton bioskop. Tapi Temari bukan cewek cengeng. Dia tidak takut hidup sendirian, tanpa pacar, apalagi suami. Dia siap menjadi ibu bagi kedua adiknya, selama hidupnya.
Dia tidak berharap ada cowok yang cukup berani mendekatinya. Semua cowok Sunagakure takut pada bayangan wibawa ayahnya dan kekuatan iblis adik bungsunya.
Sampai suatu hari ada bayangan yang mendekati kakinya, mengikat seluruh tubuh hingga kepalanya. Memaksanya memandang si pemilik bayangan. Cowok yang rambut jabriknya diikat ke atas. Cowok yang tampangnya kelihatan malas-malasan, tapi dengan tegas bicara padanya, “Tem, lo mau jalan bareng gue?”
Dia bukan cowok Sunagakure. Dan kejadian itu bukan di Sunagakure. Tapi di Konoha.

1 komentar: